Somaribek setelah saraswati, mengapa?
SOMARIBEK
Para leluhur memang memiliki kualitas dalam mewariskan konsep hidup kepada generasinya agar memperoleh manfaat hidup yang baik dengan cara eling pada perputaran atau rotasi hidup semesta dan juga dirinya.
Adalah perputaran hari sepanjang tahun sebagai alunan jnanakanda yang sudah dimulai memahami tubuh fisik yang dikenal UYe, lalu mengenal kesadaran tubuh dewata yang dikenal We-Hyang.
Ketika menyadari bertubuhkan dewata ( We-Hyang ) maka sepantasnya lah manusia itu harus mengisi dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan, dari yang berwujud sakhara, whyakara sampai nirakara.
Hari dimana merupakan pengisian atau pengkultivasian aksara dalam tubuh manusia dikenal dengan hati Saraswati yakni dikenal sebagai hari turunnya ilmu pengetahuan pada seluruh masyarakat.
Pada hari ini masyarakat melaksanakan berbagai ritual dilaksanakan sebagai simbolis turunnya anugerah tersebut, menyesuaikan dengan konsep penggaliannya, ada yang memuja patung atau gambar Dewi Saraswati, ada yang menghaturkan banten pada lontar, buku ataupun kitab suci lainnya. Adapula yang melakukan proses ritual spesial sesuai dengan arahan ajarannya.
Setelah merasa terpenuhi hasrat rohani dewata yang telah memperoleh pengetahuan maka bersinarlah tubuh dewata yang mempengaruhi tubuh fisik, sehingga ada rasa puas ( e'bek ) didalam tubuh, rasa puas inilah melahirkan tubuh dengan kesadaran mulya ibarat seperti Sanghyang Chandra, Sanghyang Soma atau lebih dikenal sebagai Sanghyang Buda. Dikenal dengan hari somaribek ( cahaya bulan penuh ).
Hari ini kita bersama-sama merasakan betapa sempurnanya tubuh fisik yang somaribek ini dengan manfaat alunan jnanakanda warisan leluhur ini.
Begitu terus berulang-ulang seperti cakra mangilingan setiap 6 bulan. Demikianlah alunan jnanakanda yang kita warisi seterusnya kita akan menunggu tubuh ini tumbuh kesadaran penuh dengan kemakmuran yang dikenal Sibuh Mas, selanjutnya akan memutuskan untuk menempuh jalan guron aguron atau pagurureshian, lebih dikenal hari Pagerwesi.
Bagi sahabat yang sedang kebingungan saking mengenyampingkan bahkan merendahkan warisan jnanakanda ini, hentikan dan dimohon segera sadar dan kembali pada tradisi jnana yoga nusantara ini.
Demikianlah motivasi kehidupan untuk para sangga kami, dan untuk masyarakat lain mohon dijadikan perbandingan pengetahuan saja...rahajeng Somaribek.
Hayu Hayu Rahayu.