Arti Hari Raya Kuningan di Bali

KAHUNINGAN - KUNINGAN - SAMMĀSAMBUDDHA

Hal-hal yang melatarbelakangi konsep ajaran ketuhanan diBali sesungguhnya berasal dari berbagai ajaran yang telah malang melintang pada jaman sebelum hari ini. Ajaran tersebut berkembang dimasing-masing wilayah diseluruh bali, namun karena begitu luhurnya dan sempurnanya pengetahuan Sanghyang Panca Reshi, maka digabungkanlah seluruh ajaran tersebut dengan nama yang menyesuaikan pada wilayah. Seperti kata " Kuningan / Kahuningan dalam ajaran leluhur dikenal Sammā Sambuddha.

Hari raya Kuningan ( Kahuningan ) adalah hari raya selanjutnya setelah kita memahami dua prinsip ajaran sebelumnya yakni Sarvaka dan Pacceka sebagai landasan memperolah ajaran dengan dipakai tonggak hari raya oleh para leluhur, berikut beberapa hal yang patut dilakukan sebagai aplikasi dan prilaku ajaran pada sebuah tradisi yakni Galungan dan Pemacekan Agung, dan yang selanjutnya adalah Kuningan.

Kahuningan ( kuningan ) adalah pengejahwantahanan filsafat yang berarti memahami, mengerti bahkan siap mengajarkan sebuah ajaran kepada masyarakat lainnya, dalam bahasa sastranya dikenal " sammā sambudda ". Berarti pada hari ini kita harusnya melaksanakan ritual kasuksman dengan bermeditasi ( perenungan ) pada alam semesta yang menjadi sumber ajaran alam semesta sebagai sumber hukum karma yang paling sempurna dan tertinggi, yang patut dihormati sebagai hukum universal.
Kata Sammā Sambuddha berarti memperoleh pengetahuan suci sebagai sebuah ajaran diperoleh dengan melakukan samadhì sampai mampu memahami sebagai sebuah ajaran yang pantas diajarkan lagi kepada masyarakat lainnya. Dengan mampu mengajarkan kepada masyarakat lainnya, kita akan memperoleh pahala kesucian dan kemulyaan sebagai guru penuntun, dalam sastra dikenal " sabbanu " yakni yang maha tahu dan akan dikenal sebagai " ksittreya brahmana " yang berarti kelahiran yang bersifat terang dan bercahaya yakni " bhagawan ".

Semakin masa perkembangan mental manusia semakin rapuh, meleleh akhirnya banyak prilaku ritual yang menyimpang dari arahan para guru suci dimasa lalu, yang melandasi ajarannya dengan dasar-dasar kesusastraan yang sangat kental dengan makna filososfi.

Saat ini hampir seluruh prilaku ritual masyarakat ditunggangi dengan konsep ajaran yang menamakan dirinya pengemban kitab weda ( * back to weda ), dengan seenaknya menafsir kandungan sastra ajaran nusantara dan sastra wedic yang amat sangat susah difahami manusia saat ini  . Bisa dibayangkan betapa merendahkan serta menyempitkan arti ketika sastrajnana yang bersumber dari tiga ajaran besar yakni waishnawa, siwa sidantta ( kasiwan ) dan kamahayanan ( kabuddhan ), dimaknai sebagai konsep pemujaan dewa yang biasa dilakukan oleh para pretakjana yakni manusia yang sedikit memahami filsafat pengetahuan dan berprilaku penyembah saja.

Jaman sekarang otak manusia sudah berisi penuh dengan energi perusak, yang dengan sengaja merusak tatanan yang sudah ada, merubah landasan ajaran, merubah pola pembelajaran ( prinsip guron aguron ) menjadi sampradaya yakni cukup kenal salah satu guru luar negeri dan memasang fotonya lalu disembah, seolah menggantikan bhatara hyang guru.

Maka dari itu saya mohon, marilah kita kembali menggali ajaran leluhur nusantara yang telah diwariskan kepada kita dibali yang telah melalui proses pengkajian yang matang oleh para reshi terdahulu, yang kita hormati sebagai leluhur kita karena kita telah mewarisi ajarannya. Kalaupun ingin memperdalam weda, pelajari dahulu dimulai dengan memahami purana-purananya seperti ramayana, mahabarata dan sutasoma dengan belajar pada guru-guru shanti yang telah fasih dalam dialeltika sastra dan jnana. Daripada mencoba menafsir sendiri kalimat weda yang sangat memerlukan daya nalar dan kompetisi bahasa sanskerta yang sangat sempurna. Dinyatakan juga bahwa kesalahan tafsir weda akan mengakibatkan kehidupan manusia itu penuh penderitaan ( cendet tuwuh ) dan kehancuran dunia ( leboking buwana ), maka itu hati-hatilah.

Demikianlah pemaparan tentang konsep prilaku dihari raya Kuningan / Kahuningan yang diperoleh dari komsep ajaran leluhur nusantara sebagai aplikasi perayaan hari raya yang bersumber dari ajaran leluhur, semoga para guru berkenan memberikan arahan dan petunjuk kearah jalan yang benar agar dapat berkah kehidupan yang baik dan benar bahkan bisa bermamfata buat masyarakat banyak.

Om Hrah Hrih Sang Parama Guru Trini Ya Nama Swaha.