KENALILAH TUHAN DARI SANGGAH KEMULAN DAN GEDONG DALEM

 LONTAR TAKIPATI

Konsep ketuhanan didalam berbagai agama memang berbeda-beda, tak terkecuali dalam agama hindu sendiri, konsep ketuhanan antar daerah memiliki nama dan konsep yang berbeda. Ini disebabkan karena penggaruh ajaran yang didalami dan dijalankan hanya sebatas hafalan dan fanatik pada dialektika nama dan rupa, bukan pada esensi filsafat ketuhanannya.

Mengenali tuhan memang sangat sulit, unik dan sangat rahasia. Kenapa ini terjadi karena memang keberadaan tuhan itu sendiri berada pada kualitas bathin yang paling sejati, kualitas tindakan yang paling bijak, dan kualitas ucapan yang paling halus. Sedangkan manusia yang selalu dipenuhi rasa ego, serakah, kebodohan serta kebencian, bagaimana bisa mengenali tuhan yang begitu terbalik pada dunianya.

Dalam agama hindu bali ( gama tirtha/ghumi ) memahami tuhan dalam nama, rupa dan konsepnya melalui pengetahuan yang terjabarkan pada wujud " sanggah kamulan " yang biasanya tempat memuja sanghyang pramesti guru pada setiap buda kliwon shinta yang lebih dikenal dengan hari raya pagerwesi ( guru reshi ).

Adapun pengetahuan tersebut dapat kami paparkan yang dilandasi oleh Lontar Takipati yang ditulis pada jaman perpindahan kerajaan mataram ke jawa timur dibawah pimpinan mpu sindok sbb :

Diceritakan ketika memulai membangun kerajaan Medang Kemulan di pinggiran Sungai Brantas, Sang Raja mengalami kesusahan yakni setiap hari ada saja para pengikut raja yang meninggal akibat salah pati dan ulah pati, alasan kematianpun tidak diketahui karena didalam ajaran sang raja sebelumnya tidak diarahkan untuk menelusuri kematian manusia, karena ajarannya sangat sederhana yakni hidup yang selalu dilakoni dengan alamiah tanpa analisa yang menjelimet, itulah ajaran kamahayanan pada kerajaan mataram.

Pada suatu kesempatan bertanyalah sang raja kepada penduduk asli sungai brantas yang terlebih dahulu hidup beratus-ratus tahun disana. Penduduk itu menginformasikan kepada sang raja bahwa ditanah ini telah memiliki ajaran yang menjunjung tinggi wujud  shakti ( kuasa energi pertiwi / bhumi ) sebagai arah tujuan agama, baru dilanjutkan dengan pelayanan, welas asih dan kebajikan lainnya.

Mendengar hal tersebut, sang raja merasa terusik untuk segera memahami ajaran unik ini, seraya ,menanyakan diamana ada tokoh yang sangat mumpuni memahami yang mampu mengajarkan pada sang raja. Singkatnya ajaran yang dimaksud adalah ajaran waishnawa tantra, ajaran yang memegang janji suci untuk mengemban serta menjaga bhumi dengan seluruh kehidupannya. Ajaran ini menitikberatkan pada ritual upakara dirghayusa bhumi ( kalacakra ) dan pengorbanan diri sebagai ganti rusaknya alam semesta ( cakraphala ). 

Untuk itu sang raja diwajibkan untuk melakukan kegiatan yang serupa kalau mau hidup masyarakat aman dan damai, yakni upacara ritual bhumi, pemujaan terhadap para dewa dan selalu mewujudkan sifat bijak didalam kehidupan. Kesimpulan dari pembicaraan sang raja dan sosok praktisi ajaran disungai brantas adalah penggabungan antara ajaran waishnawa-kasiwan-kabuddhan, dan ini dinamakan ajaran Medang Kemulan. 

Setelah sang raja melaksanakan ritual upacara yang dimaksud maka tenang dan damailah hidup masyarakat serta diwajibkan setiap rumah penduduk untuk mendirikan sanggah kamulan sebagai kiblat berketuhanan, dengan prinsip utamanya adalah menjaga alam semesta, memuliakan para dewa agar berkahnya selalu turun kebhumi, serta selalu berbuat kebajikan kepada masyarakat lainnya.

Nama KEMULAN inilah akhirnya menjadi warisan masyarakat diseluruh bali sebagai aliran ajaran dari Medang Kemulan, yang berada dikawasan Sungai Brantas Kediri, bukan ditempat lain sebagai penyelewengan ajaran leluhur.

Latarbelakang nama sanggah kemulan dibali yang dijadikan poros ketuhanan pada abad pertengahan, maka oleh Mpu Kuturan yang saat itu menjadi senopati Kerajaan Kediri datang ditanah Bali, menyempurnakan lagi dengan sebutan Bhatara Guru, dimaksudkan agar pada saat melakukan ritual atau sadhana lainnya dapat memahaminya sebagai ajaran yang sangat sempurna, dalam kamahayanan dikenal dengan " ratna traya ".

Oleh Mpu Kuturan disisipkan lagi konsep Ratnatraya ini pada wilayah yang lebih luas yakni Puseh, Desa dan Dalem. 

Ketiga loka atau wilayah suci ini diwujudkan lagi dengan konsep Sang Trini ( Tri Sadhaka ) yakni Reshi Bhujangga, Rshi Bodha dan Reshi Siwa.

Hal-hal yang melatarbelakangi akulturasi konsep ketuhanan diBali sesungguhnya berasal dari berbagai ajaran yang telah malang melintang pada masing-masing wilayah diseluruh daratan dunia, namun karena begitu luhurnya dan sempurnanya pengetahuan yang dimiliki ida Mpu Kuturan sebagai pengemban ajaran kamahayanan, yakni pengetahuan luas pada bidang kabuddhaan, maka digabungkanlah seluruh ajaran tersebut dengan melinggihkan seluruh pengetahuan itu pada satu sanggah yakni Kemulan sebagai sanghyang pramesti guru.

Namun semakin hari perkembangan mental manusia semakin rapuh, meleleh dan menyimpang dari arahan para guru suci tanah nusantara, khususnya para reshi yang hormati sebagai leluhur. Saat ini konsep ini ditunggangi lagi dengan konsep teologi ajaran baru, dengan seenaknya merubah konsep kemulan dan kahyangan tiga menjadi nama pemujaan dewa Brahma, Wishnu dan Siwa. 

Bisa dibayangkan betapa menjauhkan serta menyempitkan arti lagi ketika konsep tri murti dibawa keranah nama pemujaan para dewa lagi, padahal tri murti berarti tiga ajaran besar yakni waishnawa, siwa sidantta ( kasiwan ) dan kamahayanan ( kabuddhan ).

Maka dari itu saya mohon, marilah kita kembali menggali ajaran leluhur nusantara yang telah diwariskan kepada kita dibali yang telah melalui proses pengkajian yang matang oleh para reshi terdahulu, yang kita hormati sebagai leluhur kita karena kita telah mewarisi ajarannya. Kalaupun ingin memperdalam weda, pelajari dahulu dimulai dengan memahami kelompok wedangga atau meningkat pada itihasa seperti ramayana, mahabarata dan sutasoma dengan belajar pada guru-guru shanti yang telah fasih dalam dialeltika sastra dan jnana. 

Daripada mencoba menafsir sendiri kalimat weda yang sangat memerlukan daya nalar dan kompetisi bahasa sanskerta yang sangat sempurna. Dinyatakan juga bahwa kesalahan tafsir weda akan mengakibatkan kehidupan manusia itu penuh penderitaan ( cendet tuwuh ) dan kehancuran dunia ( leboking buwana ), maka itu hati-hatilah.

Demikianlah pemaparan tentang konsep ketuhanan yang diperoleh dari sanggah kemulan dan gedong dalem, semoga para guru berkenan memberikan arahan dan petunjuk keraha jalan yang benar agar dapat berkah kehidupan yang baik dan benar bahkan bisa bermamfata buat masyarakat banyak.

Om Hrah Hrih Sang Parama Guru Trini Ya Nama Swaha.