Mengenal lebih dalam pagerwesi || guru reshi

PAGERWESI || GURU RESHI

Setelah faham betul prinsip jnanakanda pada kesadaran tubuh cupu manik astagina yang dikenal Sibuh Mas ( Sabuh Mas ), maka sepantasnya kita memahami tuntunan ini sebagai kewajiban suci dan amanah rohani agar selalu berjalan dengan benar dan cara yang benar pula.

Kami belajar...
Kami mengamati.....
Kami menggali makna.....
Kami menemukan dharma....
Semua itu berkat tuntunan para guru kerohanian yang selalu mengarahkan kami dalam menapak jalan kerohanian jnanakanda ini, maka pada hari ini kita wajib melaksanakan puja kepada guru kerohanian kita sebagai hari Guru Reshi, masyarakat biasa latah menyebut Pagorsi.

Bahkan ada pula dinyatakan sebagai hari Pager Besi ( Wesi ) yang memiliki makna sebagai penjagaan bathin dengan sangat kuat. Kalimat ini mengandung pengertian betapa kita harus sungguh-sungguh menjaga cupu manik astagina ini dari pengaruh buruk apapun dialam ini. Seluruh pengetahuan sebagai dasar perilaku penjagaan diperoleh dari para guru reshi yang kita hormati sebagai penuntun.

Jadi lengkaplah sudah kita sebagai manusia yang berkesadaran jnanakanda yang memahami betul warisan leluhur ini sebagai disiplin prilaku agama dalam wujud reshi yajnya yang dikenal sebagai Sanghyang Pramesti Guru, yang dilakukan pada Sanggah Kamulan ( Mrajan ) masing-masing.

Sanghyang Pramesti Guru adalah sosok divarupa para praktisi spiritual yang berbasis Siwa Budha yakni sebagai Guru Reshi oleh para praktisi kasewan, dan bagi para praktisi kabuddhaan dilandasi dengan konsep Tri Ratna yakni Budha, Dharma, Sangga, yang digambarkan sebagai Kamulan ( Kama Wulan ) yakni sumber pengetahuan budha pada Bulan ( Chandra ).

Landasan Siwa Budha jnilah dasar beryajnya dan beragama Hindu di Bali, bukan konsep agama tafsir yang berasaskan pemujaan dewa purana ataupun dewa pujaan agama sampradaya. Sehingga dengan demikian masyarakat tidak akan diombang ambingkan oleh para misionaris agama politik yang mementingkan motif ekonomi, sosial dan politik.

Permasalahan lainnya adalah adanya sebuah tindakan latah ( konsep mule keto ) dimana selalu berdasarkan atas tradisi yang tidak jelas ajarannya, tuntunannya bahkan tidak memiliki landasan pengetahuan guru reshi.

Banyak masyarakat hari ini melakukan tradisi pitrayajnya yakni memberikan suguhan atau soda dikuburan, menghaturkan soda di sanggar kamimitan dan lainnya sebagai tindakan warisan tradisi yang tidak memiliki makna yang jelas pada generasinya.

Demikianlah sedikit pemaparan tentang hari raya pagerwesi dilihat dari prinsip jnanakanda yang dilakukan oleh para praktisi spirit yang berlandaskan Siwa Budha sebagai penggalian atas filsafat pengetahuannya.

Om Ah Hum, Vajra Guru Reshi Siddhi Hum.