TUMPEK LANDEP PADA APLIKASI JNANAKANDA

Rangkaian upacara keagamaan dibali seperti tumpek dan hari raya yang mengikutinya sesungguhnya merupakan sebuah aplikasi ajaran yang berdasar pada pengetahuan yang sangat sempurna, dikenal dengan jnanakanda.

Tumpek Landep merupakan rangkaian ke-tiga setelah menerima anugrah taksu We-Hyang atau Wayang pada tubuh fisiknya yang sebelumnya hanyalah tubuh daging tanpa kesadaran apapun, hanyalah tubuh yang berisikan sifat alamiah berupa gerak tubuh dan bersuara saja yang diupakarai pada Tumpek UYe atau Kanda-ang.

Setelah tubuh menerima taksu We-Hyang tersebut dan dirangkai sempurna lagi dengan penanaman bija aksara pada Saraswati, sampai terwujudnya Sibuh Mas dan menyatakan diri belajar pada para reshi dengan prinsip guron aguron ( bahasa latahnya Pagerwesi ), maka sudah sepantasnya kita diingatkan lagi dengan kesadaran baru berupa perkembangan jnana berupa Vasupati.

Sanghyang Vasupati adalah sosok jnana yang tumbuh diatas Siwadwara praktisi berbentuk kristal, yang merupakan asimilasi dari pembangkitan bara api ( bara-ddah ) yang bersumber dari perut bhumi diangkat kedalam tubuhnya sehingga memperoleh manfaat shakti dan tetesan air kehidupan ( tirta Kamandalu ) dari jagat Akasa yang merupakan bawana para Dewata. Kristal itulah wujud jnana yang dikenal Vasupati oleh para praktisi Vajrajnana dalam konsep jnanakanda.

Dengan keshaktian ini para praktisi berusaha menjalankan kewajiban sucinya bertanggungjawab pada kelangsungan kehidupan mahluk hidup dibhumi. Kemampuan menjalankan kewajiban inilah praktisi tersebut memperoleh manfaat hidup yang jauh lebih sempurna dibandingkan dengan manusia standar, dan juga memperoleh penghargaan dan penghormatan sebagai mahluk suci yang dikenal sadhaka atau bodisatva.

Kristal Jnana yang dikenal Sanghyang Vasupati hasil perwujudan para praktisi jnana, oleh masyarakat biasa dipuja dan dihormati sebagai taksu atau energi yang mampu memberikan manfaat kehidupan walupun sebatas "menyembah atau memuja ", dan oleh para praktisi ini dianggap sah -sah saja sebagai wujud prilaku keagamaan pada masyarakat standar atau tidak memiliki kualitas jnana yang sempurna.

Justru yang menjadi perhatian kita bersama, darimana asal usul masyarakat saat ini melaksanakan kegiatan keagamaan dengan " ngotonin mobil, motor, dan perkakas besi lainnya ". Apa yang menjadi landasan filsafatnya juga tidak jelas, tetapi mereka tetap bersikukuh menganggap sebagai kebenaran.

Sebagai praktisi jnana dalam penggalian ajaran kuno vajrajnana kami berusaha untuk bersikap bijak yakni dengan tidak menganggapnya sebagai kebodohan tetapi hanya belum sampai pada jnana yang sempurna, namun melalui pemaparan ini mudah-mudahan para sahabat yang sedang membaca tulisan ini mulai menyadari bahwa tumpek adalah rangkaian jnanakanda yang berlatar belakang pengetahuan kuno yang sangat kuat pada kualitas kesadaran, bukan sebagai penyembah atau pemuja hanya karena percaya sama pendeta/nabe yang sejatinya tidak memiliki jnana yang sempurna.

Om Vajra Sanghyang Vasupati Na Ya Ho