LANDASAN RITUAL UPAKARA DIBALI ADALAH SPIRITUALITAS. [ Mantra - Yantra - Tantra ]


Kesempurnaan dalam ranah spiritualitas merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar, karena bagaimana mungkin mengelola spirit yang murni ini hanya pada teori atau sekedar simbul festival belaka.

Seperti beragama Hindu dibali yang sudah jelas-jelas dilandasi dengan kualitas energi didalam membangun spirit baik dalam bentuk pelantunan puja mantra maupun disaat pengerjaan simbul upakara dalam wujud yantra. Didalam puja mantra dan yantra sesungguhnya terselip sebuah energi yang tidak kelihatan dan "tidak boleh" dipertontonkan karena kualitasnya justru ketika dirahasiakan. Itulah prinsip tantra yang yang dinyatakan sebagai " aje were " oleh para tetua bali yang ditaati oleh generasinya sampai saat ini.

Seiring berkembangnya ajaran global ( sampradaya ), bahkan prilaku agama jaman kini, maka seluruh prinsip pelaksanaan keagamaan dibali bergeser pada ranah festival saja, tanpa mampu melihat kualitas energi yang dihasilkan, wajar mengalami keterpurukan hidup akibat tidak sempurnanya melalakukan kegiatan upacara, bahkan sering terjadi penyesalan setelah proses upacara karena tetap tidak ada kualitas energi yang menjadi mamfaat upakara.

Mereka yang berada pada ranah produk ambang dan tak wajar ini menjadi pusat perhatian kami sebagai penggali amanah leluhur untuk dapat mengembalikan lagi wujud ritual dibali ini penuh dengan energi yang berkualitas dan dapat dimanfaatkan untuk kelangsungan hidup seluruh mahluk hidup diwilayah kehidupan masyarakat yg sedang melangsungkan upacara.

Mereka sangat menampikkan, mengabaikan ajaran yang menjadi latar belakang proses energi ini, bahkan tidak segan -segan merendahkan wujud ritual yang tidak mereka fahami sebagai kualitas energi, karena memang mereka tidak faham namun sangat mendapat tempat dimasyarakat.

Prilaku praktisi spirit yang faham akan kualitas energi biasanya melakukan penggalian dengan cara personal bahkan pada wilayah yang memiliki energi murni kasunyataan. Pengelolaan energi murni kasunyataan ini sangat efektif buat harmonisasi kehidupan antara mahluk hidup yang tampak yakni manusia, hewan dan tumbuhan beserta mahluk astral sebagai penyeimbang alam.

Adapula sedikit  keanehan pada beberapa praktisi spirit saat jni, bagaimana mungkin mereka memaksakan simbul rahasia ini sengaja diwujudkan pada ranah upakara massal, sehingga tidak sesuai dengan kualitas energi murni kasunyataan, maka itu tidak sedikit memperoleh cibiran bahkan serangan bathin, wajar saja karena terjadi ketidaksesuaian ruang dan waktu.

Ajaran Tantra dengan praktisinya dikenal Bhirawa bukan untuk menggelar festival upakara namun hanya sebagai pematangan atas ritual upacara yang dilaksanakan, sehingga ranah para Bhirawa tetaplah pada wilayah kasunyaan seperti pada pergelaran ritual kalacakra ( caru ), pengentasan roh ( ngaskara ) dan pengentegan divarupa ( ngenteglinggih ), sedangkan untuk puja dan filosofi hidup tetaplah dipegang oleh para Reshi Siwa dan Reshi Budha. Jadi siapa Bhirawa itu tiada lain adalah para Reshi Bujangga, dalam tatanan upakara di Bali.

Demikianlah sedikit pemaparan tentang upacara dibali yang dilandasi dengan energi yang berkualitas dan sepatutnya juga dikembangkan agar memperoleh kualitas energi yang lebih baik oleh para praktisi ritual yang matang juga, *) bukan wujud orang suci karena pakaian dan jabatan publik saja.