FILSAFAT AJARAN BHUMI [ GAMA TIRTHA ] PADA SEBUAH RITUAL WISUDHA BHUMI

Ritual adalah sebuah prilaku masyarakat untuk dapat menghasilkan manfaat kehidupan dari formulasi mantra, yantra dan tantra berwujud upacara, yang rangkaian tindakannya berdasarkan atas ajaran para leluhur sebagai sumber pengetahuannya.
Pengetahuan yang dimaksud adalah sebuah kesadaran atas potensi manusia yang menjadi sumber penciptaan idealisme hidup dalam rangka menghasilkan energi yang terbarukan sebagai prana kehidupan mereka yang dibagi kepada seluruh mahluk lainnya sebagai landasan hidup sosialnya yang berlatarbelakang harmoni. Ajaran ini dikenal dengan ajaran vajrajnana yang  lebih dikenal dengan pada ajaran siwa budha manunggal, atau tantrayana kasogathan.

Seluruh rangkaian kegiatan sebagai aplikasi ajaran-ajaran leluhurnya, para praktisi tantrayana kasogatan bali kuno,  dengan potensi penciptaan ideal ini mereka merangkai atau merumuskan formulasi simbul energi berupa aksara ( yantra ) pada sebuah wujud yang dikenal dengan banten upakara yang didorong oleh suara kosmik ( mantra ) para pendeta upacaranya. Kesimpulannya mereka bukan penyembah atau pemuja sesuatu yang tidak jelas wujudnya, atau lebih dikenal dengan kelompok mitologos atau agama yakinisme yang dibawa saudagar doa.

Adalah ritual wisudhabhumi yang merupakan aplikasi dari ajaran vajrajnana yang pernah berkembang pada abad pertengahan, yang pada saat itu dikenal sebagai gama tirta ( ajaran bhumi ). Ritual ini bertujuan untuk menghasilkan energi murni dari perputaran energi kosmik yang diformulasi pada gambar atau yantra kalacakra berwujud Agni Mandala atau Homa. Energi tersebut merupakan wujud api jnana yang  para praktisinya yang bersumber dari kontemplasi bathinnya dengan para roh mahluk ghaib ( darmapala ), roh para pitara, roh para naga, roh para yaksa, gandharwa yang ada disekitar upacara melalui   prinsip tantra. 

Energi murni yang dihasilkan tersebut merupakan komponen dasar terwujudnya " divarupa ", lebih dikenal dengan nama " bhatara atau dewata ", yang nantinya akan menjadi pelindung kepada para penghuni atau keluarga dimana tempat berlangsungnya ritual upacara tersebut berupa kiblat pemujaan keluarga ( kemulan ), sumber kahuripan ( taksu ) dan sumber pembangkitan ( pengerurah ), serta tugu karang dan sedahan karang.

Wujud lain yang dihasilkan adalah pohon kehidupan atau dikenal " kalpataru " yang akan menjadi pengayom yang selalu memberi kesejukan kepada para penghuninya, bahkan untuk para bhutakala yang tinggal dialam bawah tanah tersebut.
Setiap pojok atau sudut pekarangan tersebut ditanam sebuah tugu maya yang dikenal " paduraksa " sebagai pembatas gerakan energi tanah tersebut untuk tidak keluar sebagai energi yg terbuang.

Setelah dapat dirasakan atau diamati adanya perubahan energi diwilayah itu oleh para praktisinya, maka lebih lanjut dilakukan proses pemberkatan yang terdiri atas pemberkatan alam dan pemberkatan para penghuninya, dikenal dengan istilah " mahakarunia darani "  dan " dasacula darani ". Kemudian akan menjadi sebuah disiplin ajaran yang akan dikembangkan selama kehidupan para penghuni tersebut.

Hakekat pahala yang merupakan wujud energi ritual wisudhabhumi kepada para praktisi penyelenggara adalah pelimpahan jasa atau lebih dikenal dengan " parinama " yang berisikan manfaat hidup yang bersumberkan pada sebuah ajaran sucinya.

Demikianlah gambaran ritual wisudhabhumi yang terselenggara sebagai disiplin ajaran disamping selalu menciptakan idealisme-idealisme baru dalam wujud agni mandala atau homa, sebagai pembangkitan sumber energi prana yang berguna buat kelangsungan hidup manusia dan para penghuni bhumi lainnya.
Semoga ritual ini dapat dijadikan gambaran dari ajaran murni masyarakat Bali kuno yang sampai hari ini diamanahkan pada kelompok spiritual atau Sangga Budhaireng sebagai ajaran penguat kami menjalankan agama Hindu di Indonesia.

Om, Astu Tat Astu, Ya Nama Siwa Budha.